Pro Kontra Adanya Perwakilan Hamas di Indonesia

Selasa, 02 Desember 20140 komentar

Delegasi Hamas Palestina mengadakan kunjungan ke gedung DPR RI pada Jumat (28/11/2014). Delegasi yang terdiri dari tujuh orang perwakilan Hamas ini disambut baik oleh perwakilan Koalisi Merah Putih (KMP) yang duduk di DPR RI Setya Novanto (Partai Golkar), Fahri Hamzah (PKS), Fadli Zon (Gerindra), Ketua Fraksi PKS dan anggota PKS lainnya.

Abu Umar Muhammad yang memimpin delegasi dalam pertemuan dengan DPR RI tersebut menyatakan permintaannya untuk mengizinkan Hamas membuka kantor cabang perwakilan di Jakarta, Indonesia. Pro dan kontra pun timbul terkait wacana permintaan Hamas tersebut yang ingin membuka kantor cabangnya di Indonesia. Masyarakat menanggapi berbeda-beda, ada yang setuju dan ada yang menolak.



Setya Novanto selaku pimpinan DPR menyatakan tidak serta merta mengiyakan permintaan Hamas ini. Pihaknya bisa saja mendukung rencana Hamas untuk membuka kantor di Jakarta tetapi syaratnya harus mendapatkan dukungan dari pihak pemerintah.

"Kalau pemerintah sudah mendukung dan DPR dukung, ini sangat memudahkan rencana pembuatan kantor cabang di Jakarta. Saya terima kasih atas kunjungan ini dan akan mencari waktu untuk berkunjung ke Palestina," ujar Setya Novanto.

PKS, HTI dan Muhammadiyah Setuju Ada Perwakilan Hamas di Indonesia

Berbeda dengan pimpinan DPR, Fachri Hamzah selaku Wakil Ketua DPR RI dari PKS ini tanpa pikir panjang langsung mengiyakan dan mendukung penuh rencana Hamas tersebut.

"Kami mendukung seperti dukungan yang pemerintah Jokowi-JK sampaikan saat debat capres lalu," kata Politis PKS itu.

Senada dengan Fachri Hamzah, wacana pendirian kantor cabang Hamas di Indonesia juga disambut baik oleh Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Juru bicara HTI Ismail Yusanto berdalih dengan dibukanya kantor tersebut akan mempermudah akses bantuan langsung ke Palestina, Ahad (29/11/2014). Perlu diketahui, Hizbut Tahrir didirikan di Palestina, yang kemudian justru dilarang di negara tersebut dan di negara-negara Islam di Timur Tengah.

Seperti halnya Fachri Hamzah dan Ismail Yusanto, Bendahara Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Anwar Abbas menganggap kehadiran kantor Hamas akan mempermudah Indonesia untuk membantu Palestina dan akan mempercepat misi suci Indonesia sebagai bangsa yang menjunjung tinggi kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Sikap Bijaksana MUI, Nahdlatul Ulama (NU) dan Pakar Hukum Internasional Dalam Merespon Permintaan Hamas

Sikap berbeda yang arif dan bijaksana lebih ditunjukan oleh Nahdlatul Ulama (NU) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Tokoh besar Nahdlatul Ulama yang juga Pengasuh Pondok Pesantren Tebu Ireng Jombang, Shalahuddin Wahid atau yang akrab disapa Gus Sholah tidak mau tergesa-gesa dan asal-asalan menyikapi wacana tersebut. Gus Sholah mengatakan jka Hamas ingin membuka kantor perwakilannya di Indonesia, ada satu hal yang perlu dilakukan pemerintah, yakni mesti ada izin dari Kedubes Palestina.

"Pastikan dahulu, kedutaan Palestina mengizinkan atau tidak?" kata kiai NU, Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng Jombang ini di Jakarta, Sabtu (29/11/2014).

Hal senada diungkapkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat. KH Muhyidin Junaidi selaku Ketua Bidang Luar Negeri Majelis Ulama Indonesia (MUI) menilai berdirinya kantor perwakilan Hamas di Indonesia hanya akan menimbulkan kontraproduktif. Ia menjelaskan bila Indonesia menyetujui berdirinya kantor Hammas di Indonesia malah akan menimbulkan gesekan dengan Kedutaan Besar Palestina di Indonesia. Secara politik, ini akan merugikan bila ada perpecahan antara Kedubes Palestina dengan kantor Hamas nantinya.

"Seakan-akan menduakan Kedubes Palestina, jangan terburu-buru untuk memberikan izin dan harus dipikirkan secara matang. Pemerintah Indonesia harus berkonsultasi dengan masing-masing Kementerian Luar Negeri, baik Indonesia ataupun Palestina. Pasalnya, Indonesia memiliki kebijakan luar negeri bebas aktif." ujar Ketua MUI Pusat di Jakarta, Ahad (30/11/2014).

Tanggapan serupa diungkapkan Pakar Hukum Internasional yang mengharapkan Pemerintah lebih bersikap hati-hati dalam merespons permintaan Hamas seperti diungkapkan Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana. Menurut dia, ada dua hal yang perlu dicermati oleh Pemerintah. Pertama, apakah Kantor Perwakilan Hamas tersebut nantinya merupakan Perwakilan Palestina? Ini mengingat Indonesia telah lama mengakui Palestina sebagai negara yang dideklarasikan pada 16 November 1988 di Aljazair dan lagian sudah ada Kedutaan Besar Palestina di Jakarta.

“Pengakuan ini diwujudkan dalam Joint Communique dimulainya hubungan diplomatik antara Indonesia-Palestina pada tingkat Kedutaan Besar pada 19 Nopember 1989. Dan saat ini Palestina memiliki perwakilan dalam bentuk Kedutaan Besar (Embassy) di Indonesia yang berkedudukan di Jakarta,” ujar Hikamawanto di Jakarta, Sabtu (29/11/2014).

Hal kedua yang perlu dicermati, menurut Hikmahanto, di Palestina terdapat dua faksi kuat yaitu partai Fatah dan Hamas. Fatah dan Hamas memiliki perbedaan yang signifikan terkait Negara Palestina merdeka. Bagi Fatah mereka dapat menerima kenyataan Israel sebagai sebuah negara yang berdampingan dengan Palestina merdeka. Namun, Hamas dalam memperjuangkan kemerdekaan Palestina tidak akan mengakui Negara Israel.

“Indonesia tentu tidak perlu ikut dalam perpecahan internal Palestina. Indonesia wajib mendukung Palestina memperoleh kemerdekaannya tanpa harus berada dalam perpecahan internal Palestina. Pembukaan kantor perwakilan Hamas bila dikabulkan dikhawatirkan akan menarik Indonesia dalam perpecahan internal. Untuk itu, Indonesia perlu berkonsultasi dengan pemerintah resmi Palestina, termasuk dengan Dubes Palestina di Jakarta, dalam menyikapi keinginan delegasi Hamas,” tegasnya.

Hikmawanto mengatakan Indonesia sebaiknya mempunyai kebijakan satu Palestina (One Palestine Policy). Sehingga siapa pun pemenang pemilu di Palestina, apakah faksi Fatah atau Hamas, dan di antara mereka yang menjadi penguasa yang sah maka dialah yang di mata Indonesia merupakan pemerintah Palestina yang resmi.

Pemerintah RI Tegas Menolak Permintaan Hamas dan Dukung Perdamaian Palestina

Pihak pemerintah RI yang diwakili Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Tedjo Edhy Purdijatno menyatakan dengan tegas menolak adanya perwakilan Hamas di Indonesia. Menurut dia, di Indonesia telah ada Duta Besar Palestina, sehingga perwakilan Hamas di Indonesia tidak diperlukan.

“Lha kan kita sudah ada perwakilan Palestina di sini. Saya nggak tahu kan, nanti kalau ada perwakilan macam-macam di sini ndak karuan juga kan. Palestina sudah di sini, kenapa nggak Palestina saja,” ujar Tedjo saat dikonfirmasi di Istana Bogor, Jawa Barat, Jumat (28/11/2014).

Pemerintah di bawah Presiden Joko Widodo memilik program yang terus berupaya mengkampanyekan perdamaian di Palestina. Pemerintah Indonesia juga berencana menunjuk konsulat kehormatan di Ramallah Palestina. Menteri Luar Negeri RI, Retno LP Marsudi, menyatakan pendirian kedutaan Indonesia di Palestina masih menemukan hambatan. Hal ini dikarenakan pihak Palestina sendiri tak dapat menjamin keselamatan orang-orang konsulat RI, setidak untuk saat ini jika terealisasi dibentuk kedutaan di Ramallah Palestina. Belum lagi pendirian ijin kantor konsulat tersebut yang mungkin tidak mendapat ijin dari penjajah israel. Apalagi, saat ini semua jalur atau akses masuk ke Palestina dikuasai oleh rezim zionis Israel.

“Indonesia telah dan akan mendukung perjuangan rakyat Palestina dalam mencapai hak menerima pengakuan permanen sebagai negara dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kota,” ujar Retno saat menghadiri Seminar Internasional Year of Solidarity with Palestianian People, di Jakarta, Jumat (28/11/2014).

Menurut Retno, perdamaian di Palestina masih menjadi mimpi karena penjajahan Israel terus berlanjut. Dia bahkan mengatakan Israel telah melanggar hukum Internasional dengan menduduki wilayah Palestina. Sikap Indonesia jelas dan tegas akan terus bergabung dengan komunitas internasional untuk mengakhiri aktivitas ilegal Israel tersebut dan berupaya mencari beragam solusi.

Sekilas Tentang Hamas 

Hamas adalah salah satu organisasi politik Palestina yang diambil dari singkatan frasa bahasa Arab, Harakat al-Muqawwamatul Islamiyyah, yang artinya "Gerakan Pertahanan Islam". Hamas berdiri pada tahun 1987 saat meletus Intifadhah Pertama yang merupakan cabang dari organisasi Ikhwanul Muslimin (IM) di Mesir. Didirikan oleh Sheikh Ahmed Yassin dan Mohammad Taha.

Di Indonesia, organisasi Ikhwanul Muslimin menjelma menjadi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang dulunya bernama Partai Keadilan (PK). Hal ini diungkapkan oleh ulama IM Timur Tengah Syaikh Yusuf Qaradhawi dalam tulisannya yang menyatakan bahwa PKS adalah perpanjangan tangan dari gerakan Ikhwanul Muslimin Mesir yang mewadahi komunitas terbaik kalangan muda intelektual yang sadar akan agama, negeri, dunia, dan zamannya (Qaradhawi, Umat Islam Menyongsong Abad ke-21, Era Intermedia, Solo, 2001 hal. 92).

Hal senada dinyatakan pendiri PKS atau PK, Yusuf Supendi, yang mengakui bahwa 90% pendanaan partanya saat pemilu 1999 didanai oleh Ikhwanul Muslimin. Tidak heran, jika selama ini PKS selalu "menjual" isu Palestina dan Mesir untuk meraup keuntungan politis. Ibarat keluarga, organisasi politik IM, Hamas, dan PKS adalah saudara satu kesatuan sepaham dan seideologi.

Pada tahun 2006 Hamas semakin populer dan kekuatannya semakin besar setelah memenangkan pemilu. Brigade Izz ad-Din al-Qassam yang menjadi sayap militer Hamas pun menjelma menjadi kekuatan militan mayoritas di Palestina dalam melawan penjajah israel. Konflik bersenjata dan peperangan yang kerap terjadi di Palestina, biasanya diawali ketegangann antara sayap militer Hamas dengan zionis israel. Alhasil, israel kerap membombardir dan semakin agresif menyerang warga Palestina karena punya dalil alasan kuat untuk melakukan agresinya. Rakyat Palestina pun semakin menderita sementara Hamas semakin kuat mendapat dukungan dunia muslim internasional. Meski begitu, Hamas merupakan satu-satunya kekuatan militer yang menjadi ujung tombak Palestina melawan zionis israel dibanding fraksi militer lain.

Selain Hamas, ada satu kekuatan besar lain di Palestina yaitu fraksi Fatah (Harakat at-Tahrir al-Wathani al-Filasthini) atau Gerakan Nasional Pembebasan Palestina yang didirikan tahun 1958 oleh Yasser Arafat. Fatah dibentuk dengan tujuan untuk mendirikan negara Palestina di daerah yang sedang menjadi tempat konflik Israel dan Palestina.

Hamas dan Fatah adalah dua fraksi utama di Palestina yang dikenal mempunyai hubungan yang kurang baik. Terkadang keduanya bersatu dan tidak jarang terjadi konflik diantara mereka. Terlebih sepeninggal pemimpin Fatah Yasser Arafat tahun 2004 dan setelah Hamas memenangkan pemilu 2006, konflik antara Hamas dan Fatah semkain meningkat. Meski sering terjadi pertikaian, sebenarnya Hamas dan Fatah mempunyai tujuan yang sama memerdekakan Palestina, hanya saja strategi yang diterapkan masing-masing pihak berbeda. Mudah-mudahan keduanya bisa berjalan bersama-sama dalam persatuan dan kesatuan demi melenyapkan israel dari peta dunia.

Sumber: muslimedianews.com
Share this article :

Posting Komentar

 
TEMPLATE ASWAJA| Aswaja Klaten - All Rights Reserved
Supported : MADINATULIMAN.COM | Creating Website | Johny dan Mas Themes