Delegasi Hamas Palestina
mengadakan kunjungan ke gedung DPR RI pada Jumat (28/11/2014). Delegasi
yang terdiri dari tujuh orang perwakilan Hamas ini disambut baik oleh
perwakilan Koalisi Merah Putih (KMP) yang duduk di DPR RI Setya Novanto
(Partai Golkar), Fahri Hamzah (PKS), Fadli Zon (Gerindra), Ketua Fraksi
PKS dan anggota PKS lainnya.
Abu Umar Muhammad yang memimpin delegasi dalam pertemuan dengan DPR RI
tersebut menyatakan permintaannya untuk mengizinkan Hamas membuka kantor
cabang perwakilan di Jakarta, Indonesia. Pro dan kontra pun timbul
terkait wacana permintaan Hamas tersebut yang ingin membuka kantor
cabangnya di Indonesia. Masyarakat menanggapi berbeda-beda, ada yang
setuju dan ada yang menolak.
Setya Novanto selaku pimpinan DPR menyatakan tidak serta merta mengiyakan permintaan Hamas ini. Pihaknya bisa saja mendukung rencana Hamas untuk membuka kantor di Jakarta tetapi syaratnya harus mendapatkan dukungan dari pihak pemerintah.
"Kalau pemerintah sudah mendukung dan DPR dukung, ini sangat memudahkan
rencana pembuatan kantor cabang di Jakarta. Saya terima kasih atas
kunjungan ini dan akan mencari waktu untuk berkunjung ke Palestina,"
ujar Setya Novanto.
PKS, HTI dan Muhammadiyah Setuju Ada Perwakilan Hamas di Indonesia
Berbeda dengan pimpinan DPR, Fachri Hamzah selaku Wakil Ketua DPR RI
dari PKS ini tanpa pikir panjang langsung mengiyakan dan mendukung penuh
rencana Hamas tersebut.
"Kami mendukung seperti dukungan yang pemerintah Jokowi-JK sampaikan saat debat capres lalu," kata Politis PKS itu.
Senada dengan Fachri Hamzah, wacana pendirian kantor cabang Hamas di
Indonesia juga disambut baik oleh Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Juru
bicara HTI Ismail Yusanto berdalih dengan dibukanya kantor tersebut akan
mempermudah akses bantuan langsung ke Palestina, Ahad (29/11/2014).
Perlu diketahui, Hizbut Tahrir didirikan di Palestina, yang kemudian
justru dilarang di negara tersebut dan di negara-negara Islam di Timur
Tengah.
Seperti halnya Fachri Hamzah dan Ismail Yusanto, Bendahara Umum Pimpinan
Pusat Muhammadiyah Anwar Abbas menganggap kehadiran kantor Hamas akan
mempermudah Indonesia untuk membantu Palestina dan akan mempercepat misi
suci Indonesia sebagai bangsa yang menjunjung tinggi kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Sikap Bijaksana MUI, Nahdlatul Ulama (NU) dan Pakar Hukum Internasional Dalam Merespon Permintaan Hamas
Sikap berbeda yang arif dan bijaksana lebih ditunjukan oleh Nahdlatul
Ulama (NU) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Tokoh besar Nahdlatul
Ulama yang juga Pengasuh Pondok Pesantren Tebu Ireng Jombang,
Shalahuddin Wahid atau yang akrab disapa Gus Sholah tidak mau
tergesa-gesa dan asal-asalan menyikapi wacana tersebut. Gus Sholah
mengatakan jka Hamas ingin membuka kantor perwakilannya di Indonesia,
ada satu hal yang perlu dilakukan pemerintah, yakni mesti ada izin dari
Kedubes Palestina.
"Pastikan dahulu, kedutaan Palestina mengizinkan atau tidak?" kata kiai
NU, Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng Jombang ini di Jakarta, Sabtu
(29/11/2014).
Hal senada diungkapkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat. KH Muhyidin
Junaidi selaku Ketua Bidang Luar Negeri Majelis Ulama Indonesia (MUI)
menilai berdirinya kantor perwakilan Hamas di Indonesia hanya akan
menimbulkan kontraproduktif. Ia menjelaskan bila Indonesia menyetujui
berdirinya kantor Hammas di Indonesia malah akan menimbulkan gesekan
dengan Kedutaan Besar Palestina di Indonesia. Secara politik, ini akan
merugikan bila ada perpecahan antara Kedubes Palestina dengan kantor
Hamas nantinya.
"Seakan-akan menduakan Kedubes Palestina, jangan terburu-buru untuk
memberikan izin dan harus dipikirkan secara matang. Pemerintah Indonesia
harus berkonsultasi dengan masing-masing Kementerian Luar Negeri, baik
Indonesia ataupun Palestina. Pasalnya, Indonesia memiliki kebijakan luar
negeri bebas aktif." ujar Ketua MUI Pusat di Jakarta, Ahad
(30/11/2014).
Tanggapan serupa diungkapkan Pakar Hukum Internasional yang mengharapkan
Pemerintah lebih bersikap hati-hati dalam merespons permintaan Hamas
seperti diungkapkan Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia
(UI) Hikmahanto Juwana. Menurut dia, ada dua hal yang perlu dicermati
oleh Pemerintah. Pertama, apakah Kantor Perwakilan Hamas tersebut
nantinya merupakan Perwakilan Palestina? Ini mengingat Indonesia telah
lama mengakui Palestina sebagai negara yang dideklarasikan pada 16
November 1988 di Aljazair dan lagian sudah ada Kedutaan Besar Palestina
di Jakarta.
“Pengakuan ini diwujudkan dalam Joint Communique dimulainya hubungan
diplomatik antara Indonesia-Palestina pada tingkat Kedutaan Besar pada
19 Nopember 1989. Dan saat ini Palestina memiliki perwakilan dalam
bentuk Kedutaan Besar (Embassy) di Indonesia yang berkedudukan di
Jakarta,” ujar Hikamawanto di Jakarta, Sabtu (29/11/2014).
Hal kedua yang perlu dicermati, menurut Hikmahanto, di Palestina
terdapat dua faksi kuat yaitu partai Fatah dan Hamas. Fatah dan Hamas
memiliki perbedaan yang signifikan terkait Negara Palestina merdeka.
Bagi Fatah mereka dapat menerima kenyataan Israel sebagai sebuah negara
yang berdampingan dengan Palestina merdeka. Namun, Hamas dalam
memperjuangkan kemerdekaan Palestina tidak akan mengakui Negara Israel.
“Indonesia tentu tidak perlu ikut dalam perpecahan internal Palestina.
Indonesia wajib mendukung Palestina memperoleh kemerdekaannya tanpa
harus berada dalam perpecahan internal Palestina. Pembukaan kantor
perwakilan Hamas bila dikabulkan dikhawatirkan akan menarik Indonesia
dalam perpecahan internal. Untuk itu, Indonesia perlu berkonsultasi
dengan pemerintah resmi Palestina, termasuk dengan Dubes Palestina di
Jakarta, dalam menyikapi keinginan delegasi Hamas,” tegasnya.
Hikmawanto mengatakan Indonesia sebaiknya mempunyai kebijakan satu
Palestina (One Palestine Policy). Sehingga siapa pun pemenang pemilu di
Palestina, apakah faksi Fatah atau Hamas, dan di antara mereka yang
menjadi penguasa yang sah maka dialah yang di mata Indonesia merupakan
pemerintah Palestina yang resmi.
Pemerintah RI Tegas Menolak Permintaan Hamas dan Dukung Perdamaian Palestina
Pihak pemerintah RI yang diwakili Menteri Koordinator Politik, Hukum,
dan Keamanan (Menko Polhukam) Tedjo Edhy Purdijatno menyatakan dengan
tegas menolak adanya perwakilan Hamas di Indonesia. Menurut dia, di
Indonesia telah ada Duta Besar Palestina, sehingga perwakilan Hamas di
Indonesia tidak diperlukan.
“Lha kan kita sudah ada perwakilan Palestina di sini. Saya nggak tahu
kan, nanti kalau ada perwakilan macam-macam di sini ndak karuan juga
kan. Palestina sudah di sini, kenapa nggak Palestina saja,” ujar Tedjo
saat dikonfirmasi di Istana Bogor, Jawa Barat, Jumat (28/11/2014).
Pemerintah di bawah Presiden Joko Widodo memilik program yang terus
berupaya mengkampanyekan perdamaian di Palestina. Pemerintah Indonesia
juga berencana menunjuk konsulat kehormatan di Ramallah Palestina.
Menteri Luar Negeri RI, Retno LP Marsudi, menyatakan pendirian kedutaan
Indonesia di Palestina masih menemukan hambatan. Hal ini dikarenakan
pihak Palestina sendiri tak dapat menjamin keselamatan orang-orang
konsulat RI, setidak untuk saat ini jika terealisasi dibentuk kedutaan
di Ramallah Palestina. Belum lagi pendirian ijin kantor konsulat
tersebut yang mungkin tidak mendapat ijin dari penjajah israel. Apalagi,
saat ini semua jalur atau akses masuk ke Palestina dikuasai oleh rezim
zionis Israel.
“Indonesia telah dan akan mendukung perjuangan rakyat Palestina dalam
mencapai hak menerima pengakuan permanen sebagai negara dengan Yerusalem
Timur sebagai ibu kota,” ujar Retno saat menghadiri Seminar
Internasional Year of Solidarity with Palestianian People, di Jakarta,
Jumat (28/11/2014).
Menurut Retno, perdamaian di Palestina masih menjadi mimpi karena
penjajahan Israel terus berlanjut. Dia bahkan mengatakan Israel telah
melanggar hukum Internasional dengan menduduki wilayah Palestina. Sikap
Indonesia jelas dan tegas akan terus bergabung dengan komunitas
internasional untuk mengakhiri aktivitas ilegal Israel tersebut dan
berupaya mencari beragam solusi.
Sekilas Tentang Hamas
Hamas adalah salah satu organisasi politik Palestina yang diambil dari
singkatan frasa bahasa Arab, Harakat al-Muqawwamatul Islamiyyah, yang
artinya "Gerakan Pertahanan Islam". Hamas berdiri pada tahun 1987 saat
meletus Intifadhah Pertama yang merupakan cabang dari organisasi
Ikhwanul Muslimin (IM) di Mesir. Didirikan oleh Sheikh Ahmed Yassin dan
Mohammad Taha.
Di Indonesia, organisasi Ikhwanul Muslimin menjelma menjadi Partai
Keadilan Sejahtera (PKS) yang dulunya bernama Partai Keadilan (PK). Hal
ini diungkapkan oleh ulama IM Timur Tengah Syaikh Yusuf Qaradhawi dalam
tulisannya yang menyatakan bahwa PKS adalah perpanjangan tangan dari
gerakan Ikhwanul Muslimin Mesir yang mewadahi komunitas terbaik kalangan
muda intelektual yang sadar akan agama, negeri, dunia, dan zamannya
(Qaradhawi, Umat Islam Menyongsong Abad ke-21, Era Intermedia, Solo,
2001 hal. 92).
Hal senada dinyatakan pendiri PKS atau PK, Yusuf Supendi, yang mengakui
bahwa 90% pendanaan partanya saat pemilu 1999 didanai oleh Ikhwanul
Muslimin. Tidak heran, jika selama ini PKS selalu "menjual" isu
Palestina dan Mesir untuk meraup keuntungan politis. Ibarat keluarga,
organisasi politik IM, Hamas, dan PKS adalah saudara satu kesatuan
sepaham dan seideologi.
Pada tahun 2006 Hamas semakin populer dan kekuatannya semakin besar
setelah memenangkan pemilu. Brigade Izz ad-Din al-Qassam yang menjadi
sayap militer Hamas pun menjelma menjadi kekuatan militan mayoritas di
Palestina dalam melawan penjajah israel. Konflik bersenjata dan
peperangan yang kerap terjadi di Palestina, biasanya diawali ketegangann
antara sayap militer Hamas dengan zionis israel. Alhasil, israel kerap
membombardir dan semakin agresif menyerang warga Palestina karena punya
dalil alasan kuat untuk melakukan agresinya. Rakyat Palestina pun
semakin menderita sementara Hamas semakin kuat mendapat dukungan dunia
muslim internasional. Meski begitu, Hamas merupakan satu-satunya
kekuatan militer yang menjadi ujung tombak Palestina melawan zionis
israel dibanding fraksi militer lain.
Selain Hamas, ada satu kekuatan besar lain di Palestina yaitu fraksi
Fatah (Harakat at-Tahrir al-Wathani al-Filasthini) atau Gerakan Nasional
Pembebasan Palestina yang didirikan tahun 1958 oleh Yasser Arafat.
Fatah dibentuk dengan tujuan untuk mendirikan negara Palestina di daerah
yang sedang menjadi tempat konflik Israel dan Palestina.
Hamas dan Fatah adalah dua fraksi utama di Palestina yang dikenal
mempunyai hubungan yang kurang baik. Terkadang keduanya bersatu dan
tidak jarang terjadi konflik diantara mereka. Terlebih sepeninggal
pemimpin Fatah Yasser Arafat tahun 2004 dan setelah Hamas memenangkan
pemilu 2006, konflik antara Hamas dan Fatah semkain meningkat. Meski
sering terjadi pertikaian, sebenarnya Hamas dan Fatah mempunyai tujuan
yang sama memerdekakan Palestina, hanya saja strategi yang diterapkan
masing-masing pihak berbeda. Mudah-mudahan keduanya bisa berjalan
bersama-sama dalam persatuan dan kesatuan demi melenyapkan israel dari
peta dunia.
Posting Komentar