Perlu diketahui bahwa bershalawat kepada Nabi Muhammad SAW bukanlah
sebuah amal yang diada-adakan (bid’ah). Membaca shalawat bukanlah
amaliah yang muncul akhir-akhir ini. Ia memiliki landasan syariat yang secara
langsung disampaikan perintahnya oleh Allah SWT di dalam al-Qur’an. Simaklah
ayat berikut ini:
“Sesungguhnya Allah dan
malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman,
bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (QS.
al-Ahzab [33]: 56)
Apa yang terlintas di hati Anda setelah membaca dan memperhatikan ayat di
atas? Tentunya Anda menemukan informasi yang begitu jelas bahwa Allah sendiri
sebagai Sang Pencipta Nabi Muhammad SAW turut bershalawat kepadanya. Tidak ada
satu amalan pun yang diperintahkan Allah kepada kita untuk melaksanakannya dan
Dia sendiri melakukannya selain shalawat. Allah SWT memerintahkan kita untuk
bershalawat kepada Nabi SAW dan Dia pun turut bershalawat.
Para malaikat yang masyhur dengan sifat-sifat
mereka yang selalu taat kepada Allah turut serta melantunkan shalawat kepada
Nabi rahmatan lil ‘aalamiin ini. Tentu saja hal itu menjadi bukti utama
bahwa shalawat merupakan amaliah yang sangat mulia dalam pandangan Allah
Ta’ala. Jika memang demikian keadaannya, mengapa kita masih merasa berat untuk
melantunkan shalawat? Apa lagi alasan yang bisa kita ajukan untuk menutupi
keburukan kita yang tidak mau bershalawat, sementara Allah SWT yang telah
menciptakan kita bershalawat kepada Nabi SAW? Aduh…!!! Alangkah buruknya
keadaan orang yang tidak mau bershalawat, apalagi sampai menuduh bid’ah dan
musyrik kaum Muslimin yang terikat hatinya untuk selalu melantunkan shalawat
kepada Rasulullah SAW.
Kata Quraish Shihab, melalui ayat di atas seolah-olah Allah ingin
menegaskan kepada kita bahwa Allah sebagai Dzat Yang Maha Agung, Maha Kuasa dan
Yang terhimpun segala sifat terpuji pada diri-Nya bershalawat kepada Nabi.
Demikian pula para malaikat menaruh rasa hormat dan kagum yang begitu mendalam
kepada Nabi SAW, sehingga Allah dan para malaikat terus menerus bershalawat
untuk beliau. Shalawat Allah adalah limpahan rahmat dan aneka anugerah untuk
Nabi SAW. Sedangkan shalawat para malaikat adalah permohonan agar Allah
senantiasa meninggikan derajat beliau di sisi-Nya dan mencurahkan ampunan untuk
beliau sebagai makhluk Allah yang paling mulia dan paling berjasa kepada
manusia karena telah memperkenalkan Allah dan jalan yang lurus kepada mereka,
yang dengannya akan mereka raih kebagiaan dunia dan akhirat.
Karena itu, lanjut Quraish Shihab, Allah memerintahkan kepada orang-orang
yang beriman untuk bershalawat kepada Nabi. Yakni memohonkan agar Allah kiranya
lebih mencurahkan lagi rahmat-Nya kepada beliau. Di samping itu tersirat pula
perintah agar kita sebagai kaum beriman menghindarkan dari beliau segala aib dan
kekurangan; senantiasa menyebut-nyebut dan mengingat-ingat keistimewaan dan
jasa beliau; serta mengucapkan salam penghormatan kepada beliau dengan ungkapan
salam yang sempurna lagi penuh tuntunan beliau.
Keistimewaan bershalawat semakin tampak begitu jelas manakala kita
bandingkan ia dengan amal-amal saleh lainnya. Ada
banyak amalan yang diperintahkan Allah di dalam al-Qur’an, namun Allah tidak
ikut menunaikannya. Cobalah Anda perhatikan: Allah memerintahkan kita untuk
menunaikan shalat, namun Allah sendiri tidak shalat. Allah memerintahkan kita
untuk membayar zakat, namun Allah sendiri tidak mengeluarkan zakat. Allah
memerintahkan untuk menunaikan ibadah haji ke Baitullah bagi siapa saja yang
mampu sampai ke sana, namun Allah
sendiri tidak berhaji. Berbeda halnya dengan shalawat. Allah memerintahkan kita
untuk bershalawat, Allah dan para malaikat ikut secara intens bershalawat
kepada Nabi Muhammad SAW.
Keadaan itu selain menunjukkan betapa agung dan mulianya kedudukan
shalawat di sisi Allah, juga memperlihatkan betapa besar pengagungan Allah
kepada Baginda Nabi SAW. Jika Allah saja sangat mengagungkan dan memuliakan beliau,
mestinya kita sebagai seorang Muslim jauh lebih berkewajiban untuk melakukan
hal itu. Jika Allah saja bershalawat kepada beliau, demikian pula para
malaikat, maka tentunya kita yang menyandang predikat Muslim ini jauh lebih layak
untuk bershalawat kepada beliau.
Sebenarnya satu ayat al-Qur’an di atas sudah cukup menjadi dalil
disyariatkannya membaca shalawat kepada Nabi Muhammad SAW. Seorang Mukmin tentu
tidak membutuhkan banyak dalil untuk meyakinkannya bahwa bershalawat adalah
salah satu bentuk amaliah yang bernilai pahala di sisi Allah SWT. Namun ada
baiknya di sini juga dipaparkan sejumlah hadits yang menjelaskan perintah
bershalawat dan keutamaannya. Sebenarnya ada banyak hadits tentang itu, namun
cukuplah di sini kami sampaikan hadits-hadits yang dicantumkan oleh Imam Nawawi
dalam kitabnya al-Adzkar.
Abu Hurairah ra meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda:
رَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ
ذُكِرْتُ عِنْدَهُ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَيَّ
“Celakalah
seseorang yang ketika aku disebut-sebut di hadapannya, ia tidak mengucapkan
shalawat kepadaku.” (HR Tirmidzi, dan beliau mengatakan bahwa hadits ini hasan)
Abdullah bin Amr
bin Ash ra meriwayatkan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلاَةً
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا
“Barangsiapa yang membaca shalawat untukku satu kali, niscaya
Allah membalas shalawatnya sebanyak sepuluh kali.” (HR Muslim)
Diriwayatkan dari Anas ra bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda:
مَنْ ذُكِرْتُ عِنْدَهُ
فَلْيُصَلِّ عَلَيَّ، فَاِنَّهُ مَنْ صَلَّى عَلَيَّ مَرَّةً صَلَّى اللهُ عَزَّ وَجَلَّ
عَلَيْهِ عَشْرًا
“Barangsiapa yang mendengar namaku disebut di hadapannya,
hendaklah ia mengucapkan shalawat untukku. Karena sesungguhnya barangsiapa yang
membaca shalawat untukku sekali, maka Allah ‘Azza wa Jalla membalas shalawatnya
sepuluh kali.” (HR Ibnu Sinni)
Dalam hadits lain pernah dikatakan bahwa orang yang tidak mau
membaca shalawat saat nama Nabi SAW disebut adalah seorang yang bakhil (kikir).
Simaklah riwayat dari Ali bin Abu Thalib ra berikut ini yang menyatakan bahwa
Nabi SAW telah bersabda:
الْبَخِيْلُ الَّذِيْ مَنْ
ذُكِرْتُ عِنْدَهُ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَيَّ
“Orang yang
bakhil adalah orang yang apabila aku disebut di hadapannya, maka ia tidak
mengucapkan shalawat kepadaku.” (HR
Tirmidzi, dan beliau mengatakan bahwa hadits ini hasan shahihi)
Sementara itu, Abu
Hurairah ra juga pernah menuturkan bahwa ia telah mendengar Rasulullah SAW
bersabda:
وَلاَ
تَجْعَلُوْا قَبْرِيْ عِيْدًا، وَصَلُّوْا عَلَيَّ، فَإِنَّ صَلاَتَكُمْ
تَبْلُغُنِيْ حَيْثُ كُنْتُمْ
“Dan janganlah
kalian jadikan kuburanku sebagai hari raya. Bershalawatlah kepadaku,
sesungguhnya shalawat kalian akan sampai kepadaku di mana pun kalian berada.” (HR Abu Dawud)
Abu Hurairah ra
juga meriwayatkan sebuah hadits yang menyatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda:
مَا
مِنْ أَحَدٍ يُسَلِّمُ عَلَيَّ إِلاَّ رَدَّ اللهُ عَلَيَّ رُوْحِيْ حَتَّى
أَرُدَّ عَلَيْهِ السَّلاَمَ
“Tidaklah
seseorang memberikan salam kepadaku melainkan Allah akan mengembalikan ruhku
hingga aku dapat membalas salamnya itu.”
(HR Abu Dawud)
Seorang sahabat
bernama Aus bin Aus ra menyatakan bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda:
إِنَّ مِنْ
أَفْضَلِ أَيَّامِكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ، فِيهِ خُلِقَ آدَمُ وَفِيهِ
النَّفْخَةُ وَفِيهِ الصَّعْقَةُ، فَأَكْثِرُوا عَلَيَّ مِنَ الصَّلاَةِ فِيهِ،
فَإِنَّ صَلاَتَكُمْ مَعْرُوضَةٌ عَلَيَّ. فَقَالَ رَجُلٌ يَا رَسُولَ اللهِ
كَيْفَ تُعْرَضُ صَلاَتُنَا عَلَيْكَ وَقَدْ أَرِمْتَ؟ يَعْنِي بَلِيتَ. قَالَ
إِنَّ اللهَ حَرَّمَ عَلَى اْلأَرْضِ أَنْ تَأْكُلَ أَجْسَادَ اْلأَنْبِيَاءِ
“Yang paling
utama dari hari-hari kalian adalah hari Jumat. Pada hari itu Adam diciptakan,
sangkakala ditiup dan manusia sadar dari pingsannya. Maka perbanyaklah
bershalawat kepadaku pada hari itu, sebab shalawat kalian diperlihatkan
kepadaku.” Seorang laki-laki berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana caranya
shalawat kami diperlihatkan kepadamu, padahal dirimu telah meninggal?” Beliau
bersabda, “Sesungguhnya Allah telah mengharamkan bumi untuk memakan jasad para
Nabi.” (HR Ibnu Majah)
Bila sejumlah
hadits di atas belum memuaskan Anda, akan kami tambahkan tiga hadits lainnya
yang menegaskan betapa mulianya kedudukan orang yang bershalawat kepada Nabi
Muhammad SAW.
Dalam sebuah
hadits disebutkan: “Setiap Mukmin yang bershalawat kepada Nabi satu kali,
niscaya malaikat Jibril memohonkan rahmat untuknya sepuluh kali.” (HR Ibnu
Majah)
Abdullah ra
meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda:
إِنَّ لِلَّهِ مَلاَئِكَةً
سَيَّاحِيْنَ فِي اْلأَرْضِ يُبَلِّغُوْنِيْ مِنْ أُمَّتِي السَّلاَمَ
“Allah memiliki
malaikat yang berkeliling di muka bumi. (Tugas) mereka menyampaikan salam dari
umatku kepadaku.” (HR Nasa’i)
Hadits berikut ini
juga tidak kalah pentingnya untuk Anda perhatikan perihal kedudukan orang yang
melazimkan dirinya membaca shalawat.
Abdullah bin
Mas’ud ra berkata bahwa Rasulullah SAW telah bersabda:
أَوْلَى
النَّاسِ بِيْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَكْثَرُهُمْ عَلَيَّ صَلاَةً
“Orang yang
paling dekat denganku pada hari Kiamat adalah yang paling banyak bershalawat
kepadaku.” (HR Tirmidzi)
Demikianlah kami
paparkan ke hadapan Anda sejumlah dalil, baik dari al-Qur’an maupun al-Hadits,
agar Anda termotivasi untuk melazimkan membaca shalawat kepada Rasulullah SAW.
Informasi dari dalil-dali di atas memperlihatkan kepada kita bahwa shalawat
bukan hanya sekedar ibadah yang mengandung pahala di sisi Allah, namun juga
menjadi jalan bagi kita untuk senantiasa mencintai Rasulullah SAW.
Kedudukan shalawat
begitu penting di dalam Islam. Shalat sebagai ibadah yang paling utama di
antara sekian banyak ibadah yang disyariatkan tidak akan sah kecuali di
dalamnya membaca shalawat setelah tasyahud. Shalawat setelah tasyahud termasuk
bagian dari rukun shalat, sehingga apabila ditinggalkan maka shalatnya menjadi
tidak sah.
Di antara sekian
banyak doa, dzikir dan wirid yang biasa dilafalkan baik dalam ritual yang
bersifat spiritual maupun kultural, shalawat memiliki kedudukan yang khas yang
selalu diperhitungkan oleh setiap Muslim. Ia menjadi jalan perantara (wasilah)
setiap Muslim ketika bermunajat kepada Allah SWT. Sebagai umat Rasulullah SAW
selayaknya kita menjadikan shalawat sebagai penanda berbagai peristiwa penting
dalam kehidupan kita, mulai dari pernikahan, kelahiran anak, memperoleh rezki,
lulus ujian, terhindar dari marabahaya, memasuki rumah baru dan sebagainya. Singkat
kata, hendaklah kita melazimkan bibir dan hati kita bershalawat kepada Nabi
Muhammad SAW dalam setiap detik kehidupan kita dan menjadikannya sebagai doa
dan munajat kita kepada Allah SWT.
Posting Komentar