Ketika Yusuf Mansur melintasi di suatu daerah, dia tiba-tiba
terbangun dari kursi tengah mobil mewah yang dia naiki. Sambil
memperbaiki posisi duduknya, Yusuf berpesan kepada sopir pribadinya
untuk singgah sejenak di pom bensin. “Masih penuh ustaz,” jawab sopir
dengan melihat indikasi tangki bensin.
Mendengar jawaban sopir, Yusuf langsung menimpali “Saya kebelet,
pengen ke toilet sebentar,” katanya sambil melihat sopirnya melalui
spion tengah di dalam mobil. Tidak lama melaju, mobil Yusuf singgah di
pom bensin. Sambil berjalan cepat, Yusuf menuju pintu toilet yang berada
di belakang tempat pengisian bahan bakar. Namun langkah Yusuf terhenti
ketika seorang satpam pom bensin berteriak memanggilnya.
Dengan langkah cepat, si satpam mendekati Yusuf dan berkata
“Alhamdullilah ketemu ustaz di sini, biasanya cuma di televisi,” kata si
satpam. Setelah basa-basi, si satpam mengutarakan maksudnya kepada
Yusuf, dia mengaku bosan menjadi satpam meski gaji yang didapatnya
terbilang cukup besar untuk seukuran satpam daerah.
Si satpam merasa hidupnya tidak banyak berubah. Dia mengeluhkan
kehidupannya yang selalu berjalan monoton. Padahal si satpam sudah rajin
salat, namun belum juga mendapat perubahan yang lebih baik lagi dari
Allah SWT.
Keluh kesah si satpam memutuskan Yusuf untuk mengajaknya duduk di
minimarket, dalam kompleks pom bensin. Sambil menikmati kopi sore hari,
si satpam menceritakan kisah hidupnya, hingga akhirnya Yusuf bisa
menarik sebuah kesimpulan utama. Si satpam menginginkan rizki yang
banyak, namun belum banyak waktu untuk mengingat Allah.
Memang si satpam rajin salat lima waktu, namun selalu salat di akhir
waktu. Meski menyadari kesalahannya itu, si satpam selalu berkilah
dengan memandang semua perbuatan baik adalah ibadah, tanpa melihat
prioritas dan waktu dari ibadah itu sendiri.
“Memang bekerja jika dimaknai ibadah juga bisa, semua perbuatan baik
jika diniati ibadah juga bisa, tapi jangan lupa untuk memprioritaskan
ibadah primer dulu, seperti salat lima waktu. Kamu (si satpam) sholat
ashar jam setengah 5 sore, padahal waktu asar jam 3, itu sama halnya
kamu meninggalkan Allah sejauh satu setengah jam.”
Jika sehari dikali lima, bagaimana dengan sebulan, setahun, atau
ketika pertama kali kamu pertama kali balig? Sudah berapa jauh kamu
meninggalkan Allah SWT,” lanjut Yusuf.
Di akhir pembicaraan di minimarket itu, Yusuf berpesan kepada satpam
untuk memperbaiki salatnya. Kemudian menyuruh si satpam untuk bersedekah
untuk mempercepat balasan Allah SWT.
“Ini yang sulit ustaz,” kata satpam memotong pembicaraan Yusuf.
Menurutnya gaji yang diterimanya sebesar Rp 1.700,000 perbulan, sangat
pas untuk memenuhi kebutuhan bulanannya, termasuk bayar kontrakan dan
cicilan sepeda motor miliknya sebesar Rp 900 ribu perbulannya. Bahkan
tidak jarang, si satpam sudah berhutang di kios tetangganya pada
pertengahan bulan. “Duit sedekah darimana ustaz?” terangnya.
“Motor kamu saja dijual, nanti uangnya kamu sedekahkan semua. Insya Allah akan cepat dibalas,” sahut Yusuf.
Mendengar jawaban Yusuf, si satpam buru-buru mengatakan keberatannya.
Sebab tidak mungkin untuknya pergi bekerja tanpa mengendarai sepeda
motor.
Akhirnya Yusuf menantang si satpam untuk kasbon, meminta awal gaji
bulanannya kepada perusahaan untuk disedekahkan. Awalnya si satpam ragu,
namun melihat keseriusan dan janji Allah SWT yang diterangkan Yusuf,
membuat si satpam memberanikan diri menghadap atasan.
Setelah permasalahan si satpam teratasi, Yusuf pamit untuk
melanjutkan perjalanannya yang sempat tertunda. Sedangkan si satpam,
segera bergegas ke ruangan pemimpin untuk mengutarakan maksudnya.
Singkat cerita, akhirnya si satpam berhasil meyakinkan atasan untuk
kasbon Rp 1.700,000 dan segera menyedekahkannya.
Dengan keyakinan kebenaran janji Allah, si satpam melewati hari demi
hari dengan rajin salat wajib tepat waktu dan konsisten melaksanakan
salat sunnah. Hingga akhirnya si satpam merasakan manisnya janji Allah
ketika dia bertemu dengan orang kaya yang sedang bingung mencari tanah.
Tidak banyak peran dia, si satpam hanya bertugas sebagai perantara
antara pembeli yaitu orang kaya itu, dengan penjual yang masih
tetangganya di kampung.
Tidak membutuhkan waktu berbulan-bulan, Allah persis mengganti
sedekahnya dengan melipatkan komisinya sebesar Rp 17.000,000.
“Alhamdullilaah,” puji si satpam kepada kebesaran Allah SWT.
Kini si satpam tidak lagi meragukan kebenaran janji Allah, bahkan
motor kesayangannya dia jual untuk membantu mewujudkan impian ibunya
berhaji.
Tidak berhenti sampai di situ, mengetahui si satpam adalah lulusan S1
akuntansi, akhirnya perusahaan mengangkat jabatannya. Kini mantan
satpam itu telah menjadi staf keuangan di induk perusahaan yang lebih
besar.
Nabi Muhammad SAW bersabda, “Tidak seorangpun yang menyedekahkan
hartanya yang halal dimana Allah menerimanya dengan kananNya (dengan
baik), walaupun sedekahnya itu hanya sebutir kurma. Maka kurma tersebut
akan bertambah besar di tangan Allah Yang Maha Pengasih, sehingga
menjadi lebih besar daripada gunung. Demikian Allah memelihara
sedekahmu, sebagaimana halnya kamu memelihara anak kambing dan unta
(semakin hari semakin besar).” (HR. Muslim).
Posting Komentar