Suatu ketika saya ketamuan teman Syii yang kenal kira-kira sebulan
sebelumnya di sebuah acara pernikahan keluarganya. Kebetulan ia agak
pandai membaca kitab. Sehabis ia kamu suguhi makan, ia tanya apakah saya
punya Tafsir al-Durr al-Mantsur? Saya jawab alhamdulillah punya. Saya
tanya, ada apa? Ia jawab, “Tolong dibuka surat al-Ahzab ayat 33!”
Setelah saya cari tidak beberapa lama saya temukan. Akhirnya ia tanya
lagi, “Coba kamu perhatikan siapa yang dimaksud Ahlul Bayt dalam tafsir
tersebut?” Saya jawab: “Jelas, di sini 4 riwayat pertama menyatakan
maksudnya istri-istri Nabi saw. 7 riwayat sesudahnya menyatakan anak dan
cucu-cucu Nabi saw. Dan 1 riwayat lagi menyatakan, Ahlul Bayt itu
keluarga Ali, keluarga Aqil, keluarga Ja’far dan keluarga Abbas.”
Terus dia bertanya: “Menurut kamu pendapat mana yang benar?” saya
jawab: “Ya, jelas benar semua.” Lalu dia berkata: “Kok bisa, pendapat
berbeda bisa dikatakan benar semua. Apa logikanya?” Terus saya jawab:
“Bisa saja. Perbedaan pendapat dalam penafsiran teks itu menurut ahli
tafsir ada dua macam. Ada perbedaan tanawwu’ (variatif), maksudnya
antara pendapat2 itu tidak saling menafikan, bahkan saling melengkapi.
Kedua ada perbedaan tanaqudh, kontradiktif, antara pendapat yang 1 dan
lainnya saling menafikan. Yang kedua ini jarang terjadi dalam penafsiran
teks al-Qur’an maupun hadits.”
Dia tanya: “Terus menurut kamu. Perbedaan dalam al-Durr al-Mantsur
masuk yang mana?” saya jawab: “Masuk yang pertama. Dengan demikian,
berarti istri-istri Nabi saw, dan anak cucu beliau sama-sama Ahlul Bayt.
Istri-istri Nabi saw masuk dalam Ahlul Bayt dengan ketentuan ayat
al-Qur’an itu sendiri, karena konteks ayat tersebut melihat dari pra
(sibaq) dan pasca (lihaq)-nya, jelas-jelas membicarakan istri-istri Nabi
saw. Pendekatan semacam ini dalam penafsiran al-Qur’an disebut dengan
munasabat (korelasi antar ayat yang berdampingan). Syaikh
al-Thabathaba’i dalam Tafsir al-Mizan selalu mengikuti pendekatan
munasabat ini dalam menafsirkan ayat-ayat. Tetapi sayang sekali, ketika
dia menafsirkan ayat 33 al-Ahzab, ilmu munasabat-nya tidak manfa’at bagi
beliau, dan tampak sekali fanatisme Syiinya. Na’udzu billah minat
ta’ashshub.
Sedangkan anak cucu Nabi saw, masuk dalam Ahlul Bayt berdasarkan
Sunnah/sabda Nabi saw. Seperti kita maklumi, sunnah itu kedudukannya
sama dengan al-Qur’an. Kesimpulannya, istri-istri Nabi saw masuk dalam
Ahlul Bayt berdasarkan nash ayat al-Qur’an, sedangkan anak cucu Nabi saw
masuk dalam Ahlul Bayt berdasarkan nash Sunnah/Hadits Nabi saw yang
kedudukannya sama dan harus kita ikuti semua.”
Setelah saya jawab dengan keterangan ini, akhirnya teman saya yang
Syii itu beralih ke pembicaraan lain. Sebagai tuan rumah yang baik, saya
hanya mengikuti aja alur pembicaraannya. saya dengar, orang ini memang
sering menjadi pembicara dalam acara-acara pengajian Syiah.
Mudah-mudahan cerita ini bermanfaat bagi kita semua amin.
Muhammad Idrus Ramli
Sumber: di sini
Posting Komentar