Assalamu’alaikum wr wb Ustadz Muhammad Idrus Ramli yang
kami hormati. Dewasa ini kami sering mendengar satu kelompok, yang
sering membid’ah-bid’ahkan dan mensyirikkan mayoritas umat Islam yang
menggelar Maulid, Tahlilan, Ziarah Wali Songo dan lain-lain. Anehnya
mereka mengklaim sebagai pengikut ahli hadits dan madzhab Rasulullah
SAW. Sedangkan kami oleh mereka, dianggap sebagai pengikut ahli bid’ah.
Sebenarnya bagaimana madzhab ahli hadits itu? Benarkan mereka memang
pengikut ahli hadits? Atas penjelasannya kami ucapkan terima kasih.
Wassalam
Jawaban :
Saudara penanya yang terhormat, semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada Anda dan kita semua, amin ya Robbal ‘alamin.
Perlu Anda ketahui, bahwa di antara propaganda yang sering digunakan
oleh kaum Salafi-Wahabi untuk membenarkan posisi mereka sebagai
satu-satunya golongan yang layak disebut Ahlussunnah Wal-Jama’ah, adalah
klaim mereka sebagai satu-satunya representasi ahli hadits. Sementara
selain mereka, dianggap sebagai ahli bid’ah dan bukan pengikut ahli
hadits. Dengan propaganda semacam ini mereka sangat mudah dalam
mengelabui dan mempengaruhi kalangan awam yang tidak mengerti fakta dan
realita ahli hadits. Oleh karena itu pertanyaan Anda sangat penting
untuk kami uraikan di sini.
Pada dasarnya, ahli hadits tidak memiliki madzhab tertentu yang
menyatukan pemikiran mereka, baik dalam bidang akidah maupun dalam
bidang fiqih. Kitab-kitab tentang rijal al-hadits dan biografi
ahli hadits, menyebutkan dengan gamblang bahwa di antara ahli hadits ada
yang mengikuti aliran Syiah, Khawarij, Murjiah, Mu’tazilah, Mujassimah,
madzhab al-Asyari, al-Maturidi dan aliran-aliran pemikiran yang lain.
Al-Hafizh Jalaluddin al-Suyuthi menulis data 87 nama-nama perawi hadits Shahih al-Bukhari dan Muslim yang terindikasi atau terbukti mengikuti faham Murjiah, Nashibi, Syiah, Qadariyah dan Khawarij, (Lihat: al-Suyuthi, Tadrib al-Rawi Syarh Taqrib al-Nawawi, juz 1, hlm. 178).
Di antara mereka ada juga yang mengikuti akidah sayap ekstrim madzhab Hanbali (ghulat al-hanabilah)
yang disebarkan oleh Ibnu Taimiyah dan diklaim sebagai madzhab salaf
dan Ahlussunnah Wal-Jama’ah. Dari sini, klaim kaum Wahabi bahwa mereka
pengikut ahli hadits, menimbulkan pertanyaan, “Ahli hadits yang mana
yang mereka ikuti?”
Hanya saja, apabila kita menelusuri literatur sejarah dengan cermat
dan mendalam, maka akan didapati suatu fakta, bahwa dalam bidang akidah,
mayoritas ahli hadits mengikuti madzhab al-Asy’ari dan al-Maturidi.
Dalam konteks ini, al-Imam Abu Manshur al-Baghdadi berkata:
ثُمَّ بَعْدَهُمْ شَيْخُ النَّظَرِ وَإِمَامُ اْلآَفَاقِ
فِي الْجَدَلِ وَالتَّحْقِيْقِ أَبُو الْحَسَنِ عَلِيُّ بْنِ إِسْمَاعِيْلَ
اْلأَشْعَرِيُّ الَّذِيْ صَارَ شَجاً فِيْ حُلُوْقِ الْقَدَرِيَّةِ ….
وَقَدْ مَلأَ الدُّنْيَا كُتُبُهُ، وَمَا رُزِقَ أَحَدٌ مِنَ
الْمُتَكَلِّمِيْنَ مِنَ التَّبَعِ مَا قَدْ رُزِقَ، لِأَنَّ جَمِيْعَ
أَهْلِ الْحَدِيْثِ وَكُلَّ مَنْ لَمْ يَتَمَعْزَلْ مِنْ أَهْلِ الرَّأْيِ
عَلىَ مَذْهَبِهِ.
“Pada generasi berikutnya adalah Guru Besar pemikiran dan pemimpin
berbagai daerah dalam hal perdebatan dan penelitian, Abu al-Hasan Ali
bin Ismail al-Asy’ari yang telah menjadi kesedihan dalam kerongkongan
kaum Qadariyah … Buku-bukunya telah memenuhi dunia. Tak seorang pun dari
ahli kalam yang memiliki pengikut sebanyak beliau, karena semua ahli
hadits dan semua ahl al-ra’yi yang tidak mengikuti Mu’tazilah adalah
pengikut madzhabnya”. (Al-Baghdadi, Ushul al-Din, hal. 309-310).
Selanjutnya al-Imam Tajuddin al-Subki juga berkata:
وَهُوَ يَعْنِيْ مَذْهَبَ اْلأَشَاعِرَةِ مَذْهَبُ الْمُحَدِّثِيْنَ قَدِيْمًا وَحَدِيْثًا.
“Madzhab Asya’irah adalah madzhab para ahli hadits dulu dan sekarang”. (Al-Subki, Thabaqat al-Syafi’iyyah al-Kubra, juz 4, hal. 32.)
Di antara ahli hadits yang sangat populer mengikuti madzhab
al-Asy’ari adalah Ibnu Hibban, al-Daraquthni, Abu Nu’aim, Abu Dzar
al-Harawi, al-Hakim, al-Khaththabi, al-Khathib al-Baghdadi, al-Baihaqi,
Abu Thahir al-Silafi, al-Sam’ani, Ibnu ‘Asakir, al-Qadhi ‘Iyadh, Ibnu
al-Shalah, al-Nawawi, Abu Amr al-Dani, Ibnu Abdil Bar, Ibnu Abi Jamrah,
al-Kirmani, al-Mundziri, al-Dimyathi, al-‘Iraqi, al-Haitsami, Ibnu Hajar
al-‘Asqalani, al-Sakhawi, al-Suyuthi, al-Qathalani, al-Ubbi, Ali
al-Qari dan lain-lain. Kesimpulannya, mayoritas ahli hadits dalam bidang
akidah mengikuti madzhab al-Asy’ari.
Sementara dalam bidang fiqih, di antara ahli hadits ada yang
mengikuti madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hanbali dan madzhab-madzhab
fiqih yang lain. Hanya saja, apabila kita mengkaji kitab-kitab biografi
ahli hadits seperti kitab Tadzkirah al-Huffazh karya al-Dzahabi, Thabaqat al-Huffazh karya
al-Suyuthi dan lain-lain, akan kita dapati bahwa mayoritas ahli hadits
mengikuti madzhab Syafi’i. Sebagian ulama mengatakan bahwa 80 % ahli
hadits mengikuti madzhab Syafi’i. Al-Imam Syah Waliyullah al-Dahlawi
al-Hanafi, seorang ahli hadits dan pakar fiqih berkebangsaan India,
memberikan kesaksian tentang keistimewaan madzhab Syafi’i dibandingkan
dengan madzhab-madzhab fiqih yang lain ditinjau dari tiga hal:
- Ditinjau dari aspek sumber daya manusia, madzhab Syafi’i adalah madzhab terbesar dalam memproduksi mujtahid muthlaq dan mujtahid madzhab, madzhab terbanyak memiliki pakar ushul fiqih, teologi, tafsir dan syarih (komentator) hadits.
- Ditinjau dari segi materi keilmuan, madzhab Syafi’i adalah madzhab yang paling kokoh dari segi sanad dan periwayatan, paling kuat dalam menjaga keotentikan teks-teks perkataan imamnya, paling bagus dalam membedakan antara perkataan Imam Syafi’i (aqwal al-Imam) dengan pandangan murid-muridnya (wujuh al-ashhab), paling kreatif dalam menghukumi kuat dan tidaknya sebagian pendapat dengan pendapat yang lain dalam madzhab. Demikian ini akan dimaklumi oleh seseorang yang meneliti dan mengkaji berbagai madzhab.
- Ditinjau dari segi referensi, hadits-hadits dan atsar yang menjadi sumber materi fiqih madzhab Syafi’i telah terkodifikasi dan tertangani dengan baik. Hal ini belum pernah terjadi kepada madzhab fiqih yang lain. Di antara materi madzhab Syafi’i adalah al-Muwaththa’, Shahih al-Bukhari, Muslim, karya-karya Abu Dawud, al-Tirmidzi, Ibnu Majah, al-Darimi, al-Nasa’i, al-Daraquthni, al-Baihaqi dan al-Baghawi.
Selanjutnya al-Imam al-Dahlawi mengakhiri kesaksiannya dengan berkata:
وَإِنَّ عِلْمَ الْحَدِيْثِ وَقَدْ أَبَى أَنْ يُنَاصِحَ
لِمَنْ لَمْ يَتَطَفَّلْ عَلىَ الشَّافِعِيِّ وَأَصْحَابِهِ رضي الله عنهم
وَكُنْ طُفَيْلِيَّهُمْ عَلىَ أَدَبٍ، فَلاَ أَرىَ شَافِعًا سِوىَ
اْلأَدَبِ.
“Sesungguhnya ilmu hadits benar-benar enggan memberi dengan tulus
kepada orang yang tidak membenalu kepada Imam Syafi’i dan murid-muridnya
radhiyallahu ‘anhum. Jadilah kamu benalu kepada mereka dengan beretika,
karena aku tidak melihat penolong selain etika”. (Waliyullah Ahmad bin Abdurrahim al-Dahlawi, al-Inshaf fi Bayan Sabab al-Ikhtilaf, hal. 38-39.)
Kesaksian al-Dahlawi di atas, bahwa madzhab Syafi’i merupakan
perintis dan pemimpin umat Islam dalam ilmu hadits, sangat penting,
mengingat otoritas keilmuan al-Dahlawi sebagai seorang pakar hadits dan
fiqih yang bermadzhab Hanafi yang diakui oleh seluruh ulama, dan beliau
bukan pengikut madzhab Syafi’i. Seandainya yang berkata, seorang
pengikut madzhab al-Syafii, mungkin orang lain akan berkata, bahwa
beliau sedang memuji madzhabnya sendiri. Kesaksian tersebut diperkuat
dengan fakta sejarah bahwa pada masa silam, istilah ahli hadits identik
dengan para ulama madzhab Syafi’i. Dalam konteks ini, al-Hafizh
al-Sakhawi berkata:
قَالَ النَّوَوِيُّ رحمه الله، وَنَاهِيْكَ بِهِ دِيَانَةً
وَوَرَعًا وَعِلْمًا، فِيْ زَوَائِدِ الرَّوْضَةِ مِنْ بَابِ الْوَقْفِ:
وَالْمُرَادُ بِأَصْحَابِ الْحَدِيْثِ الْفُقَهَاءُ الشَّافِعِيَّةُ،
وَأَصْحَابِ الرَّأْيِ الْفُقَهَاءُ الْحَنَفِيَّةُ اهـ وَمَا أَحَقَّهُمْ
بِالْوَصْفِ بِذَلِكَ.
“Imam al-Nawawi rahimahullah berkata –betapa hebatnya beliau dalam
segi keagamaan, kewara’an dan keilmuan-, dalam Zawaid al-Raudhah, pada
bagian bab waqaf: “Yang dimaksud engan ahli hadits adalah fuqaha
Syafi’iyah, sedangkan ahl al-ra’yi adalah fuqaha Hanafiyah”. Alangkah
berhaknya mereka dikatakan demikian”.[1]
Di antara ahli hadits yang mengikuti madzhab Syafi’i adalah
al-Bukhari, Muslim, al-Nasa’i, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, al-Isma’ili,
al-Daraquthni, Abu Nu’aim, al-Khathib al-Baghdadi, al-Hakim,
al-Khaththabi, al-Baihaqi, al-Silafi, Ibnu Asakir, al-Sam’ani, Ibnu
al-Najjar, Ibnu al-Shalah, al-Nawawi, al-Dimyathi, al-Mizzi,
al-Dzhahabi, Ibnu Katsir, al-Subki, Ibnu Sayyidinnas, al-‘Iraqi,
al-Haitsami, Ibnu Hajar al-‘Asqalani, al-Sakhawi, al-Suyuthi dan
lain-lain.
Paparan di atas menyimpulkan, bahwa ahli hadits tidak memiliki
paradigma tertentu yang menyatukan pemikiran mereka dalam satu madzhab,
baik dalam bidang fiqih maupun akidah. Ahli hadits menyebar di berbagai
madzhab keislaman, baik dalam fiqih maupun akidah. Hanya saja, apabila
dikaji secara seksama, akan disimpulkan bahwa mayoritas ahli hadits
dalam hal akidah mengikuti madzhab Asy’ari, dan dalam hal fiqih
mengikuti madzhab Syafi’i. Sehingga tidak heran apabila dalam perjalanan
sejarah, ahli hadits identik dengan madzhab Syafi’i.
Dari sini sebagian ulama terkemudian memberikan kesimpulan yang cukup praktis bahwa al-firqah al-najiyah atau
Ahlussunnah Wal-Jama’ah, adalah golongan mayoritas umat Islam yang
mengikuti salah satu madzhab fiqih yang empat dan mengikuti akidah
madzhab al-Asy’ari dan al-Maturidi. Sedangkan pengakuan kaum
Salafi-Wahabi bahwa merekalah Ahlussunnah Wal-Jama’ah dan ahli hadits,
masih perlu dikaji secara ilmiah dan obyektif. Mengingat mayoritas ahli
hadits justru berbeda dengan mereka. Wallahu a’lam.
[1] Al-Hafizh al-Sakhawi, al-Jawahir wa al-Durar fi Tarjamah Syaikh al-Islam Ibn Hajar, juz 1, hal. 79.
Sumber: www.idrusramli.com
Sumber: www.idrusramli.com
Simak di: http://www.sarkub.com/2013/meluruskan-propaganda-pengikut-ahli-hadits/#ixzz2aluED3xk
Salam Aswaja by Tim Menyan United
Salam Aswaja by Tim Menyan United
Posting Komentar