Masih segar dalam ingatan tentang beredarnya buku berjudul Mantan Kiai NU Menolak Tahlilan, Istighotsah dan Shalawat Syirik,
yang ditulis oleh Mahrus Ali dari Sidoarjo yang sempat menjadi bahan
pembicaraan para ulama di Jawa Timur. Juga masih teringat oleh kita saat
ada kabar bahwa mereka sudah bertindak terlalu jauh dengan merubah
beberapa bagian dari isi Kitab Kuning yang ditulis para ulama salaf yang
mereka anggap tidak sesuai dengan ajaran mereka
.
.
Kali ini mereka nampaknya berupaya untuk ‘menitipkan’ pahamnya pada buku pelajaran agama di madrasah.
Pendapat ini adalah benar jika melihat buku pelajaran Al-Qur’an Hadits Madrasah Tsanawiyah kelas 7 (tujuh) semester 1 (satu) dalam pembahasan tentang Tauhid. Hal ini diungkapkan oleh Mujiharto, Kepala Madrasah Tsanawiyah Nahdlatul Ulama Kepuharjo Karangploso Malang kepada NU Online pada Sabtu, 17 Agustus 2013.
Pendapat ini adalah benar jika melihat buku pelajaran Al-Qur’an Hadits Madrasah Tsanawiyah kelas 7 (tujuh) semester 1 (satu) dalam pembahasan tentang Tauhid. Hal ini diungkapkan oleh Mujiharto, Kepala Madrasah Tsanawiyah Nahdlatul Ulama Kepuharjo Karangploso Malang kepada NU Online pada Sabtu, 17 Agustus 2013.
Mujiharto menjelaskan, bahwa dalam buku mata pelajaran tersebut diuraikan pembahasan tentang tauhid uluhiyah dan tauhid rububiyah.
Yang mana setelah dia teliti, materi tersebut ternyata tidak terdapat
dalam berbagai referensi kitab tauhid yang umum dipakai Kiai Nahdlatul
Ulama.
“Dalam buku mata pelajaran Al-Qur’an Hadits kelas 7 (tujuh) semester satu dijelaskan tentang tauhid uluhiyah dan rububiyah. Yang mana itu adalah bagian dari ajaran mereka, yang lengkapnya ada tiga, tauhid uluhiyah, rububiyah dan asma’ wa sifat.
Akan tetapi yang terakhir tidak disebutkan mungkin agar tidak terlalu
kelihatan,” ungkap Kepala Madrasah yang juga mengajar Mata Pelajaran
Al-Qur’an Hadits itu.
Menurut Muji, hal ini perlu diluruskan
karena nanti arahnya akan memberikan pemahaman yang salah pada peserta
didik yang ada di Madrasah NU, karena tidak sesuai dengan pemahaman
Aqidah Ahlussunnah wal Jamaah.
“Jika pemahaman seperti itu diteruskan,
nanti akan mengarah pada tajsim. Yang mana paham tajsim ini tidak sesuai
dengan paham aqidah kita. Seperti kata: ‘yadullah’ diartikan ‘tangan’
sebagaimana tangan kita dan sebagainya,” katanya.
Beberapa usaha sudah dilakukan Mujiharto
sebisanya, sejauh kapasitas yang ia miliki sebagai tenaga pendidik.
Diantaranya, menyampaikan aspirasinya dalam berbagai forum seperti dalam
Pendidikan Kader Pemimpin Nahdlatul Ulama (PKPNU) utamanya dalam materi
yang menghadirkan tokoh-tokoh NU seperti H Mun’im DZ, KH Ali Maschan
Moesa, Ustadz Idrus Ramli dan sebagainya. Bahkan juga pernah disampaikan
dalam rapat serap aspirasi menjelang Mukernas Maarif NU yang juga
dihadiri pengurus pusat.
Mujiharto mengusulkan agar setidaknya LP
Maarif NU mengadakan upaya pelurusan dengan menerbitkan buku yang
diedarkan di madrasah-madrasah NU yang isinya menjelaskan bagaimana
hakikat dan konsekuensi dari tauhid uluhiyah dan rububiyah itu. Jika
memang Kementerian Agama belum berkehendak merubah Permenag Nomor 2
tahun 2008 standar Isi Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam tahun 2008.
Sumber: di sini
Posting Komentar