Mula-mula ia menceritakan kondisi serba kekurangan bersama ketiga
anaknya yang masih kecil-kecil. Keadaan ini terpaksa ia hadapi karena
sang suami yang menjadi tulang punggung keluarga telah lama meninggal
dunia.
Untuk bertahan hidup, perempuan itu mengandalkan profesinya sebagai
pemintal benang. Malam ia memintal, siang ia menjualnya. Fasilitas yang
amat terbatas membuatnya tetap melarat dengan pekerjaan ini.
"Karena tidak memiliki lampu di dalam rumah, untuk memulai memintal
benang, saya terpaksa menunggu cahaya bulan purnama,” tutur perempuan
malang ini.
Namun suatu malam, tempat tinggal keluarganya tidak segelap biasanya.
Bukan sebab sinar purnama telah tiba, melainkan serombongan kafilah
kebetulan bermalam di dekat rumah perempuan ini. Lampu-lampu yang mereka
bawa secara tidak sengaja turut menerangi area dan gubuk di
sekelilingnya.
Di hadapan Imam Hambali, perempuan ini mengaku telah memanfaatkan
kesempatan bersama cahaya lampu para kafilah tersebut untuk memintal.
Yang membuatnya gundah adalah kealpaannya meminta izin kepada rombongan
kafilah.
“Apakah hasil penjualan benang yang saya pintal di bawah cahaya lampu
kafilah itu halal untuk saya gunakan?” tanya perempuan itu kepada sang
imam.
Imam Hambali menatap kosong. Sesaat kemudian air matanya mengalir.
Pendiri mazhab fiqih Hambali ini heran, di tengah mayoritas orang
dilanda keserakahan terhadap dunia, ada seorang perempuan miskin yang
masih memikirkan kesucian harta.
Imam Bukhari dalam riwayatnya menceritakan prediksi Rasulullah bahwa “Akan
datang suatu zaman di mana manusia tidak lagi peduli dari mana mereka
mendapatkan harta, apakah dari usaha yang halal atau haram”.
Sumber: di sini
Posting Komentar